Rabu, 06 Desember 2017

LOVE OR LEAVE

Diposting oleh adinda arimurti di 9:42 PM 0 komentar
"Sesungguhnya disamping kesulitan pasti ada kemudahan"
Mungkin itu hal yang sangat representatif untuk keadaan ini.
Dimulai dari konflik diri, konflik persahabatan hingga konflik cinta.
Aku bukan orang yang sangat penting dalam kelas ini, tapi tidak bisa menghalangiku untuk jatuh cinta. Semua orang berhak jatuh cinta entah dengan orang yang baru kenal sama teman sendiri.
Aku mengenalnya sejak drama itu dimulai. Aku mulai berinteraksi dengannya sejak saat itu. Ketika dia berjuang mempertahankan gelarnya aku disini memberi support yang besar namun juga mengharapkan kepulangannya dengan besar. Waktunya sangat tidak tepat, dua hal yang sangat penting itu berjalan di waktu yang sama. Aku dan dia berada di dalam satu kumpulan untuk menggelar suatu pementasan sebagai tugas besar semester itu. Namun apadaya, dia sebagai pemeran utama yang terpaksa digantikan secara mendadak. Sedih, namun "show must go on". Semua berjalan setidaknya tidak mengecewakan.
Sejak saat itu cerita tentang kita akan terus tertulis dengan rapih sebelum 'negara api' menyerang. Hal itu terjadi entah ku tak tau kapan itu mulai terjadi.
"Sudah jatuh tertimpa tangga" hal itu yang terjadi saat itu. Konflik kelas tentang seragam memang menjadi masalah umum di saat itu. Hal itu sudah menjadi konflik untuk semua kelas. Namun hal itu menjadi suatu event terbesar di perkembangan bersama. Cerita cintaku berjalan dengan baik sebenarnya, namun saat itu aku tidak pernah terpikirkan olehku saat teman terbaikku dengan tega melakukan itu padaku. Hantaman itu datang selembut peluru yang menghantam kencangnya degup jantungku Hal itu sudah menjadi konflik untuk semua kelas. Namun hal itu menjadi suatu event terbesar di perkembangan bersama. Cerita cintaku berjalan dengan baik sebenarnya, namun saat itu aku tidak pernah terpikirkan olehku saat teman terbaikku dengan tega melakukan itu padaku. Hantaman itu datang selembut peluru yang menghantam kencangnya degup jantungku.
Hal itu membuat pecah struktur kelas yang tidak ada huru-hara sebelumnya. Bahkan tragedi banner itu masih tersimpan dengan rapi dibenakku. Semua emosi meluap menjadi satu bahkan manusia-manusia tak berdosa menjadi korban dalam tragedi ini. Penghianatan, pembujukkan, separatisme. Tiga hal yang sangat tepat untuk merepresentasikan keadaan ini. Mereka tidak tahu bagaimana awal mula cerita ini. Berawal dari dia yang menjadi penjilat sahabat sendiri. Menjadi dalang adu domba dalam peristiwa ini. Bahkan hal yang sangat tidak kukira bisa-bisanya terjadi. Masih tersimpan rapi dibenakku bagaimana dia memperlakukan aku didepan mereka, aku mengingat semua obrolannya. Bahkan jejak-jejak itu masih tersimpan rapi juga.
Aku menjadi seorang yang berdiri sendiri, saat-saat seperti ini aku mengerti bagaimana sifat-sifat orang yang ada disekitarku.
Berdiri sendiri atau bersama-sama menopang masalah ini. Semua terbukti dan aku mendapat semua jawaban itu. Masalah itu seakan-akan menjadi konflik batinku sendiri. Hidup memang tidak pernah memihak. Aku melawan mereka dengan emosi yang terkontrol.
Dia menghindar dariku padahal aku masih berusaha dengan keras merangkulnya kembali. Namun, pembujuk sangatlah hebat, bahkan pembujuk ini sangat busuk sekali perkataannya, mengatakan taubat tapi semua itu hanya 'gimmick'. Entah kenapa, dia selalu hadir disaat aku bahagia dan menjadi salah satu faktor hilangnya kebahagiaan itu.
Dia telah bersama teman baikku, dan aku nerusaha tersenyum diatas rintihan hati ini. Memang terlihat puitis, namun hal itu memang yang terjadi. Merelakan lebih baik daripada terus mempertahankan tapi berkali-kali dihujani olah anak panah yang berusaha mencetak nilai terbaik di papan panah. Lambat laun, dia (teman baikku) kembali lagi padaku dengan segala permintaan maafnya padaku. Memaafkan memang berujung manis. Kami kembali lagi dengan formasi beremoat, berjanji melupakan hal yang lalu.
Disamping konflik penghianatan tersebut, hubunganku dengan dia tidak lagi semanis dulu. Aku dan dia semakin canggung. Entah semua itu menjadi seperti dendam dalam hati. Aku hanya meluapkan apa yang ada dipikiranku, namun dia dan mereka menganggapku seperti anak kecil. Konfliknya tidak sesederhana itu kawan. Semua datang secara beruntun dan seperti tidak ada jeda untukku agarku bisa bernapas.
Disaat konflik itu terjadi, ada seseorang yang terjebak cinta padaku. Aku menganggapnya tidak lebih dari pendengar yang baik. Berkali-kali ku menjelaskan jikalau hatiku belum siap menerima orang baru, karena kisah yang lalu adalah kisah yang terlalu manis untuk dilupakan. Sikapnya semakin menjadi-jadi sampai puncak emosinya. Aku. Memang sepertinya belum siap untuk jatuh cinta lagi.
Kurang dari satu tahun konflik itu terjadi, dia yang dulu bersama sahabatku datang lagi di kehidupanku menjadi sosok yang berbeda. Dia datang sebagai sahabat yang sangat berbeda, bahkan jauh lebih dekat dari yang dulu. Aku menjadi sosok yang sangat dipercaya olehnya, saat itu perasaan yang sudah hampir punah kembali bersemi. Kenapa laki-laki se tega itu datang dan pergi di hati ini. Aku dan dia menjadi jauh lebih dekat dari yang dulu. Aku sangat nyaman dengan keadaan itu. Namun kenapa keakraban itu hadir disaat-saat aku harus berpisah dengannya. Tututan membuat aku dan dia berpisah. 
Disisi lain, kelas yang telah mengalami konflik itu menjadi kelas yang sangat tangguh, sangat bisa dibanggakan oleh semua guru dan menjadi kelas yang sangat kompak. Semua cerita itu terukir dengan akhir yang sangat manis. 
Terimakasih untuk cerita tiga tahunnya. Hal itu tidak akan terlupakan
 

Adinda Arimurti Copyright © 2012 Design by Adinda Arimurti Vinte e poucos